• Jelajahi

    Copyright © MEDIA WJBM
    Best Viral Premium Blogger Templates

    WJMB

    Irwansyah

    Jimly Asshiddiqie: Hanya Tiga Pejabat yang Berwenang Membatalkan Perpol 10 Tahun 2025

    ADMIN TRIBUN
    Kamis, 18 Desember 2025, 10:04:00 AM WIB Last Updated 2025-12-18T18:04:45Z
    masukkan script iklan disini
    masukkan script iklan disini

    Jimly Asshiddiqie: Hanya Tiga Pejabat yang Berwenang Membatalkan Perpol 10 Tahun 2025





    Jakarta — Ketua Komisi Percepatan Reformasi Polri, Jimly Asshiddiqie, akhirnya buka suara terkait polemik Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 10 Tahun 2025. Peraturan ini menuai kritik publik karena dinilai bertentangan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU-XXIII/2025, khususnya terkait pengaturan yang membuka ruang bagi anggota Polri aktif untuk menduduki jabatan sipil di sejumlah kementerian dan lembaga.

    Menurut Jimly, seluruh peraturan yang diterbitkan pejabat negara — baik peraturan kepolisian, peraturan KPK, peraturan pemerintah, maupun peraturan menteri — harus dihormati dan dianggap berlaku lebih dahulu sampai ada pejabat yang secara sah menyatakan peraturan tersebut tidak sah atau dibatalkan.

    “Peraturan itu harus dianggap sah dan berlaku, sampai ada pejabat yang berwenang menyatakan bahwa peraturan yang diterbitkan tersebut tidak sah,” ujar Jimly saat ditemui di Kementerian Sekretariat Negara, Jakarta, Rabu (17/12/2025).

    Tiga Pihak yang Berwenang Membatalkan Perpol

    Jimly menjelaskan, hanya ada tiga pejabat atau lembaga yang secara konstitusional memiliki kewenangan untuk membatalkan atau menyatakan tidak sah Perpol Nomor 10 Tahun 2025.

    Pertama, institusi Polri sendiri.

    Menurut Jimly, Kapolri atau institusi Polri dapat melakukan evaluasi internal terhadap peraturan yang telah diterbitkan.

    “Kan bisa Polri melihat, evaluasi, lalu mencabut atau mengubahnya. Tapi itu tidak bisa dipaksa, karena yang meneken adalah mereka sendiri,” jelas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi tersebut.

    Kedua, Mahkamah Agung (MA).

    Jimly menegaskan bahwa MA memiliki kewenangan judicial review untuk menguji peraturan di bawah undang-undang terhadap undang-undang dan prinsip konstitusi.

    “Kalau ada yang mengatakan Perpol ini bertentangan dengan undang-undang, ya bawa ke Mahkamah Agung,” tegasnya.

    Ia juga mengungkapkan bahwa dalam konsiderans Perpol 10/2025, baik pada bagian menimbang maupun mengingat, tidak ditemukan rujukan terhadap putusan MK yang disebut-sebut dilanggar.

    “Menimbangnya tidak menyebut putusan MK. Mengingatnya pun tidak. Yang dijadikan rujukan adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang belum diperbarui berdasarkan putusan MK,” jelas Jimly.

    Karena itu, tudingan bahwa Perpol tersebut bertentangan dengan putusan MK memang terlihat secara eksplisit, sebab putusan MK yang mengubah norma undang-undang tidak dijadikan dasar hukum dalam peraturan tersebut.

    “Bisa saja Kapolri mengubah atau mencabutnya, tapi yang paling realistis ya dibawa ke Mahkamah Agung,” tambahnya.

    Ketiga, Presiden Republik Indonesia.

    Selain Polri dan MA, Jimly menyebut Presiden sebagai pejabat ketiga yang berwenang membatalkan atau mengoreksi Perpol.

    “Presiden sebagai atasan dapat menerbitkan Peraturan Presiden atau Peraturan Pemerintah yang mengubah materi yang diatur dalam Perpol. Itu sah dan lebih praktis,” kata Jimly.

    Menurutnya, penerbitan Perpres atau PP dapat secara langsung mengoreksi substansi Perpol yang dianggap bermasalah tanpa harus menunggu proses pengujian di MA yang memakan waktu.




    Pernyataan Jimly Asshiddiqie ini menegaskan bahwa polemik Perpol Nomor 10 Tahun 2025 tidak dapat diselesaikan melalui tekanan opini publik semata, melainkan harus ditempuh melalui mekanisme hukum dan tata negara yang sah. Publik dan pihak-pihak yang keberatan didorong untuk menempuh jalur konstitusional sesuai kewenangan lembaga negara yang ada.

    TIM

    Komentar

    Tampilkan

    Terkini